.:: Pray For PUNK ACEH ::.


 JIKA MEMANG DALAM KONSER ITU TERDAPAT BEBERAPA ANAK PUNK YANG MELANGGAR HUKUM, MAKA HANYA BEBERAPA SAJA YANG DITAHAN. PEMBINAAN DENGAN DALIH SYARIAT SAMA SEKALI TAK MENDASAR. -HENDRA FADLI, KOORDINATOR KOMISI ORANG HILANG DAN TINDAK KEKERASAN (KONTRAS) ACEH.  
#PrayForPunkAceh
(Source: nasional.vivanews.com)


 ATAS DASAR APA MEREKA DITAHAN DAN DIBINA DENGAN CARA-CARA MILITER, KENAPA TIDAK DI PANTI SOSIAL ATAU LEMBAGA LAIN SAJA. KONSTITUSI KITA MENJAMIN KEBEBASAN BEREKSPRESI SEJAUH TIDAK MELANGGAR ATURAN YANG ADA, -HENDRA FADLI, KOORDINATOR KOMISI ORANG HILANG DAN TINDAK KEKERASAN (KONTRAS) ACEH. 
#PrayForPunkAceh
(Source: nasional.vivanews.com)


 KALAU ADA YANG MABUK-MABUK ITU KAN CUMA SATU DUA ORANG, KENAPA PULAK HARUS SEMUANYA YANG DIBASMI. ANAK PUNK DI BANDA ACEH INI BUKAN GELANDANGAN, SAYA SENDIRI KULIAH DAN KAMI BUKAN ANAK-ANAK YANG TIDAK PUNYA PENDIDIKAN. -JUANDA, PUNKER DARI ACEH. 
#PrayForPunkAceh
(Source: nasional.vivanews.com)


 RELIGION = FASCISM | PUNK IS NOT CRIME 
#PrayForPunkAceh
(Source: ru.indymedia.org.)

 KAMI TIDAK AKAN MENTOLERIR SETIAP AGAMA YANG MEMEGANG KEKUASAAN ATAS KEBEBASAN HIDUP SETIAP MANUSIA, KHUSUSNYA TERHADAP SUBKULTUR KAMI. JADI PADA HARI YANG SAMA, KAMI BERKUMPUL DAN MELAKUKAN AKSI PROTES DI TEMBOK PAGAR KEDUTAAN BESAR INDONESIA. KAMI PERCAYA BAHWA SOLIDARITAS HARUS DIMULAI PADA TINGKAT SUBKULTUR. 
#PrayForPunkAceh(Source: ru.indymedia.org.)

.:: Makassar For PUNK Aceh ::.

Sekitar 100 anggota komunitas Punk se-Makassar berkumpul di puing-puing gedung bekas departemen store Harapan Baru, Tamalanrea. Mereka punya satu tujuan, melakukan konsolidasi guna menggelar aksi menolak penggundulan anak punk Aceh.

Para Punkers Makassar ini berkumpul sejak Senin (19/12/2011) sore. Para Punkers se-Makassar juga rencananya akan menggelar long march dan aksi teatrikalnya di ruas-ruas jalan Makassar, pada Rabu mendatang (21/12).

Menurut salah satu Punker Makassar Ichal Om saat ditemui detikcom, penangkapan 65 anak Punk Aceh yang dilakukan oleh aparat kepolisian merupakan sebuah pelanggaran Hak Asasi Manusia dan tidak menghargai kebebasan berekspresi seperti apa yang dilakukan oleh para anak Punk.

"Dari dulu Punk bisa hidup berdampingan dengan semua kalangan masyarakat, kenapa baru sekarang mereka dipermasalahkan, bentuk rambut seseorang itu hak masing-masing pribadi, kita menentang keras adanya pencukuran tersebut, kita hidup bukan di negara yang totalitarian atau berdasar satu agama tertentu saja," terang Ichal.

Ichal menambahkan, segembel apa pun gaya fashion para anak Punk, namun mereka bukan sampah masyarakat yang bisa disewenang-wenangi oleh aparat. Menurut Ichal, gaya fashion, gaya bermusik atau cara mereka hidup merupakan sebuah pemberontakan dari pola hidup kaum mainstream. Prinsip 'Do it Yourself' atau kemandirian senantiasa dijunjung tinggi oleh para anggota komunitas Punk.

"Orang-orang melihat Punk dari luarnya saja, kalau pun ada anak Punk yang nge-boat atau minum, di kalangan luar Punk pun juga banyak, namun di kalangan Punk sendiri tidak ada yang korupsi seperti yang dilakukan oleh para elit yang merasa dirinya kaum terpelajar," tandas Ichal sambil memangku anaknya yang masih balita.

.:: Solidaritas For PUNK ACEH ::.

Puluhan anak punk (punkers) menggelar unjuk rasa dengan menggunting rambut mereka ala mohawk di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Sabtu, 17 Desember 2011. Aksi ini merupakan gerakan solidaritas atas kejadian tidak semena-mena yang dilakukan polisi di Aceh saat penertiban konser amal di Taman Budaya Banda Aceh, Sabtu, 10 Desember 2011.

Selain memotong rambut ala mohawk, mereka juga menggelar spanduk yang menolak tindakan yang menondai hak asasi manusia. anak muda ini meminta polisi menangkap tukan korupsi dan bukannya mereka. 

Penertiban konser musik di Taman Budaya Banda Aceh terpaksa ditertibkan karena tidak mengantongi izin. Tapi penertiban itu berujung pada razia anak punk saat konser yang digelar komunitas 'Street Punk'. Padahal dana yang berhasil dikumpulkan dari konser akan disumbangkan ke panti asuhan.

Sebanyak 65 anak punk dari berbagai provinsi di pulau Sumatera dan Jawa yang terjaring digunduli dan direndam di sebuah kolam di Sekolah Polisi Negara (SPN) Seulawah, Kabupaten Aceh Besar. Mereka juga dibina selama 10 hari.

Kritik datang dari berbagai kalangan aktivis. Mereka mempertanyakan dasar penahanan dan pembinaan dengan cara militer. Pembinaan di panti sosial atau lembaga lain dianggap sudah cukup. Tapi kejadian ini telah merusak kebebasan berekspresi.

Sebelumnya, Wakil Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal, mengaku punya alasan merazia para punker. Ia menilai, bahwa anak punk itu sudah meresahkan dan mempengaruhi generasi muda di Banda Aceh untuk mengikuti gaya hidup mereka.

.:: Liric Lagu Punk Rock Jalanan ::.

Punk Rock Jalanan
Sungguh ku menyesal telah mengenal dia
Dan aku kecewa telah menyayanginya
Dan aku tak akan mengulang kedua kalinya

Mungkinkah rindu dihati gelisah tak menentu
Berawal dari kita bertemu kau akan ku jaga

Ku ingin ngkau mengerti
Betapa kau ku cinta
Hanya padamu aku bersumpah
Kau akan ku jaga sampai mati

Ku ingin tau sapa namamu
Dan ku ingin tau di mana rumahmu
Walau sampai akhir hayat ini

Jalan hidup kita berbeda
Aku hanyalah punk rock jalanan
Yang tak punya harta berlimpah, dirimu sayang

Ku tunggu kau ku tunggu
Kunanti kau ku nanti
Walau sampai akhir hayat ini
2x

Ku kira kau setia padaku
Ternyata kau menduakan ku
Sungguh hati ku tak menduga

Dan juga ini yang ku alami
Perjalanan cinta selama ini
Kukira kau setia padaku
Ternyata kau menduakanku

.:: Sejarah Punk Rock Jalanan ::.

Tersebutlah seorang pemuda berusia 15 tahun. Namanya Tigor bersekolah kelas 3 SMP Kartika Balikpapan. Lahir di keluarga baik-baik. Konon ceritanya keluarganya yang tadinya kaya-raya mendadak jatuh miskin karena perusahaan sang ayah yang bergerak di bidang kontraktor sipil gulung tikar. Di tengah hobinya bergabung dengan klub BMX, Tigor tidak dapat memenuhi kebutuhannya untuk menyalurkan hobinya itu lebih dalam…yaitu memakai barang-barang bermerk di tubuhnya, membeli ornamen-ornamen untuk sepedanya, dan sebagainya. Belum lagi ejekan dari teman-teman satu klub yang selalu diterimanya. Sementara di satu sisi, terdapat sebuah klub juga yang menamai diri mereka ‘street guys‘. Dalam jiwanya yang labil, Tigor akhirnya membelot. Anak-anak ‘street‘ jiwa kekeluargaannya lebih besar dibanding anak-anak BMX yang berasal dari keluarga ‘berada’. Tigor mulai merokok, bahkan untuk anak seusianya yang masih tergolong belia, ia sudah mulai mengenal alkohol. Orang tuanya tak henti-henti menasehatinya, tapi doktrin punk terlalu kuat…isinya antara lain “Nazi fuck…polisi anjing…kita bukan budak, jangan mau disuruh-suruh…kami anti kemapanan!!!”. Orang tuanya hanya bisa mengurut-urut dada saja ketika Tigor membantah sewaktu disuruh membuang sampah rumah tangga mereka di tempat pembuangan sampah yang tidak begitu jauh dari rumahnya. Hingga suatu waktu sang ayah marah besar ketika Tigor membentak beliau hanya karna disuruh pergi ke warung makan. Kemarahan sang ayah membuat Tigor begitu sakit hati karena Tigor belum pernah melihat sang ayah semarah itu kepadanya. Tigor pergi dari rumah tanpa membawa baju ganti satupun. Ia pergi bersama kumpulan barunya yaitu ‘street guys‘ ato lebih kita kenal dengan nama anak punk yang sesungguhnya keberadaan mereka sangat meresahkan masyarakat sekitar dan selalu membuat para polisi jengkel. Di sinilah petualangan Tigor dimulai. Bersama kumpulan barunya ia ikut mengamen di lampu merah, jika lapar dan tidak cukup uang ia mentegakan dirinya mengorek-ngorek tempat sampah demi mengobati perutnya yang sangat kelaparan. Sementara ayah dan ibunya menangis berhari-hari di rumah, berharap Tigor, anak laki-laki satu-satunya mereka segera pulang ke rumah. Tigor memiliki seorang kakak perempuan yang kemudian diasuh oleh tantenya setelah mereka jatuh miskin. Akhirnya suatu saat ibunya mendapati anak lelakinya itu sedang mengorek sebuah tong sampah. Kulitnya bertambah hitam, tubuh jangkungnya terlihat semakin kurus, rambutnya yang hitam legam bagus berubah menjadi model mohawk yang tak beraturan dan berwarna merah yang entah mungkin dari cat rambut murahan. Ibunya menangis melihat anaknya itu dan memintanya pulang ke rumah. Tapi Tigor tetap membantah sampai akhirnya temannya membujuknya untuk pulang…dan pulanglah ia. Ayahnya mulai mengalah padanya. Motor satu-satunya yang tersisa di rumah itu khusus untuk Tigor pakai. Tigor mulai mau sekolah lagi, tapi di akhir pekan, tak ada yang bisa menghalangi langkahnya untuk pergi ke Samarinda, 2 setengah jam dari Balikpapan waktu tempuhnya, bersama anak-anak punk. Namun ayah dan ibunya tak begitu khawatir karena di Samarinda banyak tante-tante dan sepupunya. Sampai akhirnya ia berkenalan dengan seorang gadis kelas 3 SMP di SMPN 2 Samarinda bernama Liza. Kebetulan Liza adalah teman satu sekolah sepupunya. Tigor pulang ke Balikpapan dengan hati berbunga-bunga. Bertambah rajinlah ia berkunjung ke Samarinda karena gadis bernama Liza ini. Orang tuanya sungguh khawatir sesuatu terjadi padanya sepanjang perjalanan lintas kota itu. Akhirnya kelulusan tiba juga. Tigor masuk ke STM Swasta satu-satunya di Balikpapan, jurusan elektro. Belum selesai cobaan yang harus Tigor dan keluarganya terima, berawal dari kecurigaan kedua orang tuanya kalau si anak buta warna karena Tigor sangat susah membedakan antara warna merah muda dan hijau, ditambah lagi dengan sang ayah adalah seorang yang buta warna. Akhirnya keluarga membawanya ke puskesmas, namun kata puskesmas hanyalah kurang latihan. Oleh karena itu kedua orang tuanya tetap nekad memasukkan ke STM yang terdekat dari rumahnya.Namun karena sudah dilatih berulang-ulang si Tigor belum juga bisa menghafal warna-warna tersebut, dengan bantuan sang tante, kemudian Tigor kembali untuk melakukan pemeriksaan dan dibawa ke dokter spesialis mata. Tigor dinyatakan buta warna parsial (60%). Bermaksud baik, sang ibu membawa surat pernyataan dari dokter itu ke pihak sekolahnya agar anaknya dipindahkan jurusan ke jurusan otomotif saja. Ternyata pihak sekolah malah beranggapan bahwa anak buta warna sama sekali tidak bisa masuk di STM di jurusan apapun, jadi lebih baik pindah ke sekolah umum saja. Padahal STM tersebut sebelumnya tidak melakukan test buta warna terhadap calon-calon siswanya maupun meminta surat pernyataan tidak buta warna terlebih dahulu dari para calon siswanya, seperti yang dilakukan oleh STM negeri.
Di sekolah teman-teman memperlakukannya seperti orang yang dikucilkan, sikap sang guru juga kurang baik kepadanya (karena Tigor memang bukan siswa teladan di sekolahnya). Akhirnya Tigor membuat keputusan untuk berhenti sekolah. Ia hanya mempunyai ijazah SMP dan tambah menjadi-jadi kehidupan malam dijalaninya di usianya yang baru 16 tahun itu. Suatu hari yang paling membuat orang tuanya shock adalah Tigor yang baru pulang dari Samarinda, membawa Liza pacarnya ke rumah. Saat itu memang sang kakak sedang nginap juga di rumahnya.
Ketika ditanya oleh orang tuanya, katanya si Liza akan menginap semalam, mau jalan-jalan dulu di Balikpapan, tidurnya bareng kakaknya saja. Ketika orang tuanya menanyai Liza apakah sudah ijin kepada orang tuanya, Liza bilang sudah. Walau masih sedikit curiga karena Liza masih menggunakan seragam pramuka, namun orang tua Tigor cukup lega karena menurut Liza ia sudah meminta ijin sebelum ke Balikpapan. Sampai kemudian terjadi kehebohan besar. Tantenya Tigor telpon ke rumah menanyai Tigor tentang keberadaan Liza karena orang tua Liza membuat ribut di rumah tantenya tersebut. Ketika mengetahui Tigor membawa Liza ke Balikpapan, tantenya langsung menyuruh mamanya Liza berbicara sendiri kepada ibunya Tigor. Ibu meminta mamanya Liza untuk tidak terlalu khawatir, namun mamanya Liza tetap bersikukuh meminta alamat Tigor di Balikpapan. Di tengah tidur pulasnya Liza, jam 4 subhu, orang tuanya menjemput menggunakan taxi argo. Mereka tampak sangat khawatir karena Liza adalah anak semata-wayang mereka. Akhirnya Liza dilarang orang tuanya menemui Tigor lagi. Tigor datang ke Samarinda sudah tidak disambut baik lagi oleh keluarganya Liza. Orang tua Liza tidak suka Tigor bergaul dengan Liza karena Tigor hanyalah seorang yang lulusan SMP, dan seorang punker. Liza berasal dari keluarga kaya.
Tigor patah hati berat dengan Liza. Tigor mencoba untuk bunuh diri, namun teman-teman satu kumpulannya mencegahnya. Kehidupan Tigor tambah lekat pada kehidupan punk. Waktunya habis untuk mengamen dan berkumpul bersama anak-anak punk di jalanan. Puskib adalah tempat berkumpulnya mereka. Lampu merah adalah tempat mereka mengamen. Lagu andalan anak-anak punk berjudul“Punk Rock Jalanan”. Lagu itu selalu Tigor nyanyikan saat mengamen, karena Tigor merasa bahwa lagu itu sangat sesuai untuknya, dia memang seorang “Punk Rock Jalanan”.
Sewaktu orang tuanya memohonnya melepaskan diri dari punk, Tigor berkata, “Bu, mereka juga keluargaku. Sewaktu motorku kehabisan bensin di kilometer 20-an, di tengah hutan sana, aku menghubungi seorangpun temanku tak ada yang bisa datang menolongku, tapi ketika aku menelpon Dedy, salah seorang teman punk, semua anakpunk Balikpapan datang menghampiriku, jalan kaki mereka dari kota demi aku, menemaniku mendorong motor sampai aku bisa mengisi bensin motorku. Aku menangis dalam hati saat itu. Karena sebenarnya saat itu aku sudah ingin lepas dari mereka. Saat Liza meninggalkanku, punk tidak pernah meninggalkanku.”
Orang tuanya terharu dan tidak sanggup berkata apapun lagi. Punkmemang meresahkan masyarakat, mungkin karena mereka terkesan urakan, tapi sikap kekeluargaan mereka terhadap sesamanya patut diacungi jempol. Begitulah kisah Tigor, Punk Rock Jalanan.

.:: Kriminalisasi Punk ::.

Langkah-langkah yang diambil pemerintah dan kepolisian dalam menangani komunitas punk terdapat beberapa kekeliruan. Sejak awal pemerintah dan kepolisian telah lebih dulu memberikan stigma negatif kepada komunitas punk sebagai perusuh, pembuat kekacauan dan pelaku kriminal. Seperti yang dikemukakan Kapolda Aceh Irjen Pol Iskandar Hasan, bahwa komunitas punk merupakan sumber penyakit masyarakat (Serambi Indonesia, 12/02/11). Pernyataan Kapolda Aceh tersebut sama artinya dengan menyeragamkan komunitas punk dengan pekerja seks komersial (PSK), pengedar narkotika, bahkan koruptor yang sejatinya sumber penyakit masyarakat.

Dalam kajian kriminologi dikenal teori Labeling yang dikemukakan oleh Micholowsky. Teori ini berpendapat bahwa tingkah laku seseorang atau kelompok yang dicap jahat menyebabkan orang/kelompok itu juga diperlakukan sebagai penjahat. Kemudian, terdapat kecenderungan di mana seseorang atau kelompok yang dicap sebagai penjahat akan menyesuaikan diri dengan cap yang disandangnya. Teori ini menyimpulkan bahwa “Orang tidak menjadi penjahat karena melanggar hukum, tetapi karena ditetapkan demikian oleh penguasa” (Prof. Dr. Tb. Ronny Rahman Nitibaskara; 2008).
Persis seperti yang dialami komunitas punk saat ini. Komunitas punk yang diberikan label jahat oleh pemerintah dan kepolisian pada akhirnya diperlakukan sebagai penjahat. Seperti yang kita lihat saat belasan anak punk dicukur rambutnya oleh Satpol PP (Serambi Indonesia, 11/02/11). Bagi anak punk, rambut merupakan salah satu simbol identitas mereka. Tapi kemudian pemerintah menilai rambut gaya punk sebagai bagian dari bentuk kejahatan yang harus dihilangkan. Inilah bentuk kriminalisasi punk!
Bukan hanya rambut yang dicukur, anak-anak punk yang ditangkap juga ditahan di dalam sel tahanan Satpol PP. Pola penanganan itu akan membawa dampak secara psikologis ke kejiwaan. Karena perlakuan yang mereka terima sama dengan pelaku tindak kejahatan lain. Sedangkan para koruptor saja masih bebas berkeliaran. Lambat laun, perlakuan dan kecenderungan penguasa yang memberikan stigma negatif, akan menjadikan komunitas punk akan menyesuaikan diri dengan stigma dan label yang diberikan. Apabila itu terjadi maka musnahlah stigma umum bahwa punk adalah komunitas gerakan sub culture yang hadir sebagai kritik sosial atas kondisi yang terjadi. Kritik yang disampaikan lewat musik, lirik lagu dan ragam seni lain. Termasuk cara mereka berpakaian juga menjadi bagian dari kritik; sepatu boots dilambangkan anti militerisme dan penindasan, rantai sebagai simbol persatuan, celana gantung-baju lusuh lambang kesederhanaan dan anti kemapanan, serta rambut Mohawk diadopsi dari model rambut suku Indian Mohawk di Amerika yang dijajah kolonialisme Inggris. Jadi, fashion yang mereka gunakan bukan tanpa makna, melainkan bagian dari kritik sosial mereka terhadap kondisi yang dialami masyarakat dunia.
Upaya paling tidak tepat adalah ide yang dikemukakan oleh Kapolda Aceh, bahwa anak-anak punk yang tertangkap akan dibina di Pusat Pendidikan (Pusdik) Sekolah Kepolisian Negara (SPN) Seulawah. SPN Seulawah yang notabene nya merupakan tempat pendidikan prajurit polisi yang sedang belajar ilmu kepolisian, keamanan dan latihan fisik ala militer, dijadikan tempat pembinaan anak-anak punk yang hidup dijalanan dengan watak dan kepribadian yang “tak lazim”.
Kepolisian sebagaimana diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian memang memiliki fungsi pengayoman masyarakat, namun bukan berarti kepolisian lantas bisa serta merta membina anak punk dan membawa mereka ke SPN Seulawah. Harus diingat bahwa dominasi anak punk berusia remaja. Mereka dilindungi oleh UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Seharusnya bukan kepolisian yang berkewajiban untuk membina mereka, melainkan Dinas Sosial atau lembaga lain yang diberikan kewenangan oleh UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak untuk mengurusi dan membina anak-anak punk yang oleh pemerintah diasumsikan dalam kategori kenakalan remaja.
Apabila pemerintah dan kepolisian tetap bersikukuh untuk mendidik anak-anak punk di SPN Seulawah, harus dijelaskan apakah Kapolda sudah menyiapkan polisi yang ahli dalam ilmu psikologi remaja dan memahami punk secara benar? Apakah Polda Aceh memiliki anggaran biaya pembinaan dan makanan yang layak bagi ratusan anak punk?  Pun bila anak-anak punk jadi dikirim ke SPN Seulawah, kepolisian termasuk pemerintah mempunyai celah untuk dituntut pidana karena telah melanggar hak-hak anak sebagaimana diatur dalam Bab XII Pasal 77 UU Perlindungan Anak.
Terus terang saya khawatir apabila kebijakan tersebut sampai dilaksanakan. Kekhawatiran utama adalah anak-anak punk tersebut rawan menjadi korban tindak kekerasan. Watak mereka yang keras dan cenderung melawan berpotensi menghilangkan kesabaran polisi yang membina, ujung-ujungnya mereka bisa menjadi “samsak hidup” aparat kepolisian. Apabila sampai terjadi tentu saja hal ini merupakan bentuk pelanggaran HAM serius. Kekhawatiran diatas barangkali dapat menjadi early warning bahwa pemerintah harus memilih langkah yang tepat dalam menangani masalah komunitas punk ini.
Pahami Masalah
Pemerintah semestinya harus memahami dengan baik duduk permasalahan dan konteks sosial perkembangan komunitas punk di Aceh. Misalnya, menyeragamkan komunitas punk dengan geng motor tidak tepat. Walau sama-sama hidup di jalanan, mereka memiliki ciri, ekspresi, kreasi bahkan idiologi yang sama sekali berbeda. Dengan ciri khas tersendiri, punk mengekspresikan diri lewat fashion dan musik. Melalui kreasi lagu-lagu kritik sosial, dan mengusung idiologi pembebasan dan anti kemapanan. Sedangkan geng motor, juga dengan ciri khas tersendiri, mengekspresikan diri lewat sepeda motor dan ngebut dijalanan. Kreasi mereka adalah modifikasi motor. Mulai dari modifikasi motor yang sedap dipandang mata hingga yang memekakkan telinga. Dan geng motor memiliki “solidaritas” ala geng yang menjadi pedoman komunitas mereka.
Bukan hal baru kedua komunitas ini di identikkan dengan pelaku kriminal. Di kota besar seperti Jakarta, komunitas punk kerap terlibat dengan perkelahian. Geng motor juga demikian, masyarakat sempat digegerkan dengan aksi tawuran genk motor yang terjadi di Bandung pada tahun 2009. Namun akhirnya geng motor Bandung berhasil dibujuk oleh aparat kepolisian untuk menghentikan tindakan anarkis dan memberikan seruan damai (tempointeraktif,2010). Hal tersebut membuktikan bahwa komunitas punk atau genk motor punya kesempatan untuk diajak berdialog dan diberikan kesempatan untuk memperlihatkan kreativitas positif yang mereka miliki.
Di Banda Aceh, komunitas punk dan geng motor adalah dua komunitas yang sebenarnya sudah lama ada dan mengalami pasang surut eksistensi. Khusus bagi komunitas punk, saya melihat mereka sudah ada sejak tahun 2000. Mereka memilih berkreasi di jalur musik. Tampil dari panggung festival satu ke panggung festival yang lain. Berkumpul di tempat publik seperti Taman Budaya atau taman Putroe Phang sambil menulis lirik dan menciptakan lagu. Baru sekarang komunitas punk begitu berkembang pesat.
Saya sempat berinteraksi dengan Juanda alias Lowbet dari komunitas punk Tanggoel Rebel. Juanda menuturkan, “anak punk sekarang banyak yang berasal dari Medan. Di Medan mereka kehilangan ‘lapak’. Anak-anak punk Medan yang kemari bertahan hidup dijalan dengan mengamen”. Kehadiran anak-anak punk dari Medan tidak dapat diartikan bahwa punk di Aceh berkembang karena dipengaruhi anak punk dari daerah lain. Karena punk sendiri adalah sebuah ideologi yang dapat terus berkembang menembus batas geografis dan demografis.
Maka, pemerintah dan kepolisian seharusnya dapat jeli melihat dan membaca dinamika komunitas punk atau genk motor sekarang. Tidak semua yang urakan adalah anak punk. Tidak semua yang ngebut adalah geng motor. Dan tidak semua yang berkomplotan di jalan dan membuat kerusuhan adalah keduanya. Bisa jadi salah satu diantara mereka. Atau bisa pula kelompok kriminal murni.
Menggunakan cara-cara represif seperti merazia, menangkap, mencukur paksa, dan menahan anak-anak punk bukanlah cara bijak. Mereka yang berkarakter pemberontak pasti akan makin kuat dan terus bertambah jumlahnya. Karena merasa telah menemukan “lawan”, yang selama ini menjadi bagian dari lirik lagu kritik sosial mereka. Jika sekarang jumlahnya ratusan,  apabila terus direpresif yakinlah kalau nanti jumlahnya akan menjadi ribuan. Anak-anak punk tentu tidak akan membela diri dengan ber-argumen tentang hak warga negara, berkumpul dan berekpresi dilindungi konstitusi, atau berlindung dibawah hukum dan sistem negara. Karena sejak awal mereka adalah kelompok yang tidak percaya akan hukum maupun negara. Mereka akan melawan dengan cara-cara mereka sendiri, dengan lirik kritik sosial yang mereka cipta.
Lebih bijak apabila pemerintah dan kepolisian mengajak berdialog komunitas punk atau geng motor. Tanya apa keinginan mereka. Fasilitasi keinginan mereka untuk berekspresi namun tetap berada dalam koridor hukum. Identifikasi mana-mana kelompok yang memang melakukan tindakan kriminal, seperti geng motor Dabaribo yang melakukan penikaman terhadap pelajar SMA. Kemudian ambil tindakan-tindakan preventif untuk mencegah tindakan kriminal terulang, bukan dengan kriminalisasi. Siapapun yang bertindak kriminal wajib dihukum. Kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat harus dipenuhi. Menghadapi anak punk atau genk motor yang dalam usia remaja harus dipikirkan metode penyelesaian komprehensif dan cara yang lebih bijak, bukan represif tapi persuasif. [] M. FAUZAN FEBRIANSYAH | Aktivis, Paralegal LBH Banda Aceh

.:: Pengaruh Komunitas Punk Bagi Remaja Indonesia ::.

Komunitas yang satu ini memang sangat berbeda sendiri dibandingkan dengan komunitas pada umumnya. Banyak orang yang menilai bahwa komunitas yang satu ini termasuk salah satu komuitas yang urakan, berandalan dan sebagainya. Namun jika dicermati lebih dalam banyak sekali yang menarik yang dapat Anda lihat di komunitas ini. Komunitas ini bukan hanya sekedar nongkrong di pinggir jalan, berpakaian aneh, gak pernah mandi, dan seterusnya, tetapi komunitas ini banyak melahirkan karya-karya yang bisa mereka banggakan. Di bidang musik misalnya, banyak band punk yang mampu mendapat tempat di hati remaja Indonesia, mereka tidak kalah dengan band-band cengeng yang selalu merengek-rengek, bahkan sampai nangis kayak cewek untuk mendapatkan tempat di hati remaja Indonesia. Band punk sendiri sangat identik dengan indie label, dengan modal yang minim band-band punk bisa terus exis di belantika musik tanah air tercinta, bahkan sampai ke level yang lebih tinggi, yaitu go international. Selain di bidang musik, komunitas punk juga bergerak di bidang fashion, awalnya mereka hnya membuat pakaian untuk mereka pakai sehari-hari, seiring dengan berjalannya waktu, mereka membuat dengan jumlah yang lebih banyak dan juga desain yang lebih variatif. Wadah untuk pakaian yang diproduksi sendiri oleh anak-anak punk sendiri biasa disebut distro, di industri ini pun komunitas punk mampu bersaing dengan produk-produk terkenal yang sudah akrab dengan remaja Indonesia. Di distro sendiri juga tidak hanya menjual pakaian, banyak aksesoris-aksesoris buatan anak-anak punk juga yang dijual di distro. Tidak hanya itu, distro sendiri juga dijadikan senjata untuk publikasi band-band punk yang sudah menpunyai album, pokoknya apa yang dilakukan komunitas punk tidak main-main, semuanya tertata rapi, yang aku tau sih itu namanya simbiosismutualisme. Jadi, jangan heran kalau remaja Indonesia dibilang gak keren karena belum belanja di distro. Tidak berhenti di situ, dengan gaya yang seperti itu, jangan sampai Anda bilang komunitas punk itu “gaptek” (gagap teknologi), dunia maya juga menjadi salah satu jalur perkembangan komunitas punk.
Perkembangan scene punk, komunitas, gerakan, musik, dan lainnya, yang paling optimal adalah di Bandung, disusul Malang, Yogyakarta, Jabotabek, Semarang, Surabaya, dan Bali. Parameternya adalah kuantitas dan kualitas aktivitas, bermusik, pembuatan fanzine (publikasi internal), movement (gerakan), distro kolektif, hingga pembuatan situs.Meski demikian, secara keseluruhan, punk di Indonesia termasuk marak. Profane Existence, sebuah fanzine asal Amerika menulis negara dengan perkembangan punk yang menempati peringkat teratas di muka Bumi adalah Indonesia dan Bulgaria. Bahwa `Himsa`, band punk asal Amerika sampai dibuat berdecak kagum menyaksikan antusiasme konser punk di Bandung. Di Inggris dan Amerika, dua negara yang disebut sebagai asal wabah punk, konser punk yang sering diadakan disana hanya dihadiri tak lebih seratus orang. Sedangkan di sini, konser punk bisa dihadiri ribuan orang. Mereka kadang reaktif terhadap publikasi pers karena khawatir diekploitasi. Pers sebagai industri, mereka anggap merupakan salah satu mesin kapitalis. Mereka memilih publikasi kegiatan, konser, hingga diskusi ide-ide lewat fanzine.
Sebagaimana telah difahami, bahwa dalam perkembangannya manusia akan melewati masa remaja. Remaja adalah anak manusia yang sedang tumbuh selepas masa anak-anak menjelang dewasa. Dalam masa ini tubuhnya berkembang sedemikian pesat dan terjadi perubahan-perubahan dalam wujud fisik dan psikis. Badannya tumbuh berkembang menunjukkan tanda-tanda orang dewasa, perilaku sosialnya berubah semakin menyadari keberadaan dirinya, ingin diakui, dan berkembang pemikiran maupun wawasannya secara lebih luas. Mungkin kalau kita perkirakan umur remaja berkisar antara 13 tahun sampai dengan 25 tahun. Pembatasan umur ini tidak mutlak, dan masih bisa diperdebatkan.
Masa remaja adalah saat-saat pembentukan pribadi, dimana lingkungan sangat berperan. Kalau kita perhatikan ada empat faktor lingkungan yang mempengaruhi remaja:
1. Lingkungan keluarga.
Keluarga sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan remaja. Kasih sayang orang tua dan anggota keluarga yang lain akan memberi dampak dalam kehidupan mereka. Demikian pula cara mendidik dan contoh tauladan dalam keluarga khususnya orang tua akan sangat memberi bekasan yang luar biasa.
Seorang remaja juga memerlukan komunikasi yang baik dengan orang tua, karena ia ingin dihargai, didengar dan diperhatikan keluhan-keluhannya. Dalam masalah ini, diperlukan orang tua yang dapat bersikap tegas, namun akrab (friendly). Mereka harus bisa bersikap sebagai orang tua, guru dan sekaligus kawan. Dalam mendidik anak dilakukan dengan cara yang masuk akal (logis), mampu menjelaskan mana yang baik dan mana yang buruk, melakukan pendekatan persuasif dan memberikan perhatian yang cukup. Semua itu tidak lain, karena remaja sekarang semakin kritis dan wawasannya berkembang lebih cepat akibat arus informasi dan globalisasi.
2. Lingkungan sekolah.
Sekolah adalah rumah kedua, tempat remaja memperoleh pendidikan formal, dididik dan diasuh oleh para guru. Dalam lingkungan inilah remaja belajar dan berlatih untuk meningkatkan kemampuan daya pikirnya. Bagi remaja yang sudah menginjak perguruan tinggi, nampak sekali perubahan perkembangan intelektualitasnya. Tidak hanya sekedar menerima dari para pengajar, tetapi mereka juga berfikir kritis atas pelajaran yang diterima dan mampu beradu argumen dengan pengajarnya.
Dalam lingkungan sekolah guru memegang peranan yang penting, sebab guru bagaikan pengganti orang tua. Karena itu diperlukan guru yang arif bijaksana, mau membimbing dan mendorong anak didik untuk aktiv dan maju, memahami perkembangan remaja serta seorang yang dapat dijadikan tauladan. Guru menempati tempat istimewa di dalam kehidupan sebagian besar remaja. Guru adalah orang dewasa yang berhubungan erat dengan remaja. Dalam pandangan remaja, guru merupakan cerminan dari alam luar. Remaja percaya bahwa guru merupakan gambaran sosial yang diharapkan akan sampai kepadanya, dan mereka mengambil guru sebagai contoh dari masyarakat secara keseluruhan. Dan remaja menyangka bahwa semua orang tua, kecuali orang tua mereka, berfikir seperti berfikirnya guru-guru mereka.
3. Lingkungan teman pergaulan.
Teman sebaya adalah sangat penting sekali pengaruhnya bagi remaja, baik itu teman sekolah, organisasi maupun teman bermain. Dalam kaitannya dengan pengaruh kelompok sebaya, kelompok sebaya (peer groups) mempunyai peranan penting dalam penyesuaian diri remaja, dan bagi persiapan diri di masa mendatang. Serta berpengaruh pula terhadap pandangan dan perilakunya. Sebabnya adalah, karena remaja pada umur ini sedang berusaha untuk bebas dari keluarga dan tidak tergantung kepada orang tua. Akan tetapi pada waktu yang sama ia takut kehilangan rasa nyaman yang telah diperolehnya selama masa kanak-kanaknya.
4. Lingkungan dunia luar.
Merupakan lingkungan remaja selain keluarga, sekolah dan teman pergaulan, baik lingkungan masyarakat lokal, nasional maupun global. Lingkungan dunia luar akan memperngaruhi remaja, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik itu benar maupun salah, baik itu islami maupun tidak. Lingkungan dunia luar semakin besar pengaruhnya disebabkan oleh faktor-faktor kemajuan teknologi, transportasi, informasi maupun globalisasi.
Pada masa remaja, emosi masih labil, pencarian jati diri terus menuntut untuk mencari apa potensi yang ada di dalam diri masing-masing. Pada masa inilah seseorang sangat rapuh, mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Seiring dengan pesatnya perkembangan scane punk yang ada di Indonesia, komunitas punk mampu menyihir remaja Indonesia untuk masuk ke dalam komunitas punk. Tetapi tidak semua remaja Indonesia tertarik dengan apa yang ada di dalam punk itu sendiri. Sebagian remaja di Indonesia hanya mengkonsumsi sedikit yang ada di dalam punk. Contoh kecil, seorang remaja berpakaian ala punk, tetapi dia tidak idealis, dia tidak menganut paham ideologi punk, dia juga suka musik cengeng yamg lembut bak seorang bayi yang baru keluar dari rahim ibunya. Dari contoh kecil tersebut, komunitas punk masih bisa dibilang sangat berpengaruh terhadap perilaku remaja Indonesia, bahkan bisa dibilang mempunyai andil dan bertanggung jawab terhadap kebebasan berekspresi remaja Indonesia.

.:: Potret Positif Punk Kota Bandung ::.

Laporan yang berjudul Potret Positif Punk Bandung ini mengangkat tema komunitas Punk di Indonesia dengan studi kasus komunitas Punk di Bandung. Secara garis besar, laporan ini memaparkan tentang masalah yang melatar belakangi pemilihan tema Punk, data mengenai Punk, fakta yang ada di lapangan, analisa masalah dan penjelasan mengenai solusi dari permasalahan tersebut. Hasil akhir dari tugas akhir ini adalah buku kumpulan esai foto kehidupan sehari-hari komunitas Punk yang jarang diketahui oleh masyrakat umum.
Punk, sebuah komunitas yang sering diasumsikan sebagai sekumpulan orang yang tidak memiliki masa depan dan penuh dengan kekerasan dengan dandanan yang berantakan dan bergaya seperti preman. Komunitas yang hanya menimbulkan keresahan bagi masyarakat sekitar.
Dengan dibuatnya Tugas Akhir yang berjudul Potret Positif Punk Bandung, penulis berusaha menangkap sisi-sisi positif Punk kota Bandung kepada masyarakat luas. Beberapa komunitas Punk di Bandung justru melakukan banyak kegiatan-kegiatan positif yang membantu orang-orang di sekitarnya, dimana tindakan tersebut justru berpegang pada nilai-nilai dasar Punk. Buku Keraskan Kepala berusaha memberikan gambaran mengenai substansi Punk yang sesungguhnya dengan harapan dapat meluruskan kesalahpahaman yang telah lama melekat erat di kepala masyarakat.
Pesan moral yang ingin disampaikan sebenarnya sederhana dan klise yaitu janganlah menilai suatu hal atau seseorang berdasarkan pada kulit luarnya saja tapi telaahlah dengan lebih dalam dan seksama maka penilaian yang sesungguhnya bisa disimpulkan. Kadang suatu hal yang terkesan buruk atau tidak berguna sehingga dipandang sebelah mata ternyata memiliki kelebihan kelebihan lain yang tidak pernah disadari sebelumnya.
Penulis menyadari bahwa buku "Keraskan Kepala-Potret Positif Punk Bandung" ini jauh dari kesempurnaan. Pada proses pembuataanya, penulis mendapat banyak masukan dan kritik membangun dari berbagai pihak termasuk ketika saat sidang akhir. Kritik tersebut antara lain; kurangnya kedalaman makna teks sehingga memberikan kesan buku terlalu dokumentatif, pengaturan kontras hitam putih foto yang dirasa kurang digarap, dan banyak masukan lainnya.
Penulis sangat menghargai dan memperhatikan masukan dan kritik tersebut sebagai bagian dari proses pembelajaran yang harus dilalui. Semoga dengan selesainya tugas akhir ini, penulis dapat menyumbangkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat.
Satu hal yang perlu dicermati mengenai eksistensi komunitas underground Bandung yaitu semangat militansi untuk terus mencari ruang ekspresi. Pergeseran budaya militansi yang sempat hilang dalam komunitas underground dan tergantikan dengan banyaknya sistem nilai ekonomi membuktikan bahwa semangat yang telah hilang ini bisa menjadi solusi pemecahan untuk eksistensi komunitas underground itu sendiri. Karena bagaimanapun komunitas ini awalnya hidup dari semangat militansi untuk membuat potensi berkreativitas tetap hidup, meski seringkali terhambat oleh halangan birokrasi yang ada.
Pasca tragedi AACC, eksistensi komunitas underground seperti hilang ditelan bumi dengan minimnya konser berlangsung akibat sulitnya memperoleh izin dan kurangnya venue representatif. Kini semangat untuk tetap militan yang membuat eksistensi komunitas ini terus hidup bernafas.
Konser yang dibikin ilegal, menjadi salah satu jiwa militansi komunitas underground tetap hidup berekspresi saat ini. Tentu saja ilegal dalam konteks ini berarti tanpa perlunya perizinan birokrasi dan segala tetek bengek administrasi. “Dari awalnya juga komunitas underground ini kan bermodalkan semangat militan. Apalagi ketika adanya tindakan represif dari pihak pemerintah dan birokrat, semangat militansi itu semakin muncul. Jika konser musik underground dilarang, kenapa kita tidak bikin konser secara ilegal saja. Jadinya semangat militansi itu yang muncul. Sederhananya yang penting konser jadi dan komunitas tetap berkarya, “ ujar Addy Gembel, vokalis band metal Forgotten yang seringkali terlibat dalam beberapa konser ilegal.
Menurut Addy, fenomena konser ilegal memang seringkali dibikin oleh komunitas underground bahkan jauh sebelum Tragedi AACC terjadi. Biasanya fenomena ini muncul ketika adanya keribetan dalam paparan birokrasi. “Yang penting konser jadi. Dibikin secara sederhana pun sudah oke, karena tujuan sebenarnya menjadikan konser itu sebagai media komunikasi antar komunitas. Tidak berpikir sebagai sistem ekonomi yang mesti ada profitnya,” lanjut Addy menambahkan.
Sebut saja Kampus UPI, UNPAR, ITENAS, Studio Gramma, Studio Jawara, Villa Putih Lembang, Student’s Cafe Taman Sari yang senantiasa menjadi venue alternatif untuk menyelenggarakan konser ilegal. Bagi komunitas underground ini tempat kecil dan pengap juga tidak masalah. Perihal sound system seadanya juga bukan hal yang patut dipikirkan. Bahkan dibikin secara patungan untuk bayar sewa tempat dan sound pun menjadi hal yang lumrah. Karena bagi mereka rasa persatuan komunitas yang lebih diutamakan. “Yang penting komunitas eksis aja dulu,” ujar Themfuck, vokalis band punk Jeruji yang seringkali tampil di Villa Putih Lembang. Venue tersebut menjadi salah satu langganan komunitas punk untuk menggelar konser. Bahkan tempat Villa Putih seringkali menjadi pilihan ketika ada band punk internasional yang mau manggung di Bandung yang dibikin tentu saja dalam skala terbatas.
Komunitas metal pun tak jauh beda. Apalagi komunitas metal ini tengah banyak disorot membuat eksistensi komunitas ini seolah sulit bergerak untuk menemukan ruangnya. “Pasca Tragedi AACC, ketika komunitas metal sulit mendapatkan panggung, kita pernah bikin konser ilegal di basemen Kampus Itenas dan kerjasama dengan mahasiswa setempat,” ujar Addy Gembel.
“Kita pernah bikin acara konser metal di Rancaekek. Dan rencananya kita bakal bikin konser ilegal secara rutin di tempat tersebut,” ujar Amenk, vokalis band metal Disinfected yang sering menginisiasi konser ilegal. Saat ini komunitas-komunitas underground lebih memilih tempat yang jauh dari pusat kota, seperti halnya Lembang atau Rancaekek. Apalagi belum adanya tempat representatif di kota Bandung dan berbelitnya proses birokrasi membuat komunitas underground menggeser ruang ekspresinya di pinggiran Kota Bandung.
Namun, tak lantas konser ilegal jadi semacam jalan keluar yang pasti. Rasa takut yang muncul akibat adanya pembubaran paksa atau protes warga setempat bisa jadi masalah bagi semangat militansi yang terus meluap. “Rasa takut atau perasaan khawatir selalu ada. Takut lagi enak-enaknya menikmati konser tiba-tiba dibubarin kan jadi hal yang tidak kita inginkan,” ujar Yongky yang pernah membuat konser musik hardcore/punk secara ilegal di basement Student’s CafĂ© Taman Sari. Yongky menambahkan, sempat ada protes warga perihal konser tersebut akibat adanya salah komunikasi. Apalagi konsernya itu dibikin di daerah pemukiman padat.
“Sebenarnya birokrasi masih agak ribet kalau mau bikin acara secara legal. Tapi asal sesuai prosedur yang disepakati oleh pihak berwajib, sebenarnya izin pasti turun dan gratis pula,” tutur Reza Ferdian, Ketua Panitia event organizer Sodom Movement yang mendatangkan band punk rock asal Inggris, Extreme Noise Terror beberapa waktu lalu.
Menurut Addy Gembel, jika saja tidak adanya kemacetan di level birokrasi dan pihak-pihak tertentu yang bisa mengakomodir komunitas underground sebagai potensi berkreativitas yang layak, bukan lantas memusuhi segala bentuk ekspresi komunitas underground. Apalagi konser ilegal di Studio Gramma pernah dibubarkan oleh pihak berwajib. Addy menambahkan bahwa dengan pembubaran konser ilegal menjadi sesuatu yang kontra-produktif. Justru seharusnya potensi kreativitas ini yang semestinya diakomodir. Jika semakin dikekang, komunitas ini bisa semakin militan.
Sayangnya, semangat militansi komunitas underground saat ini tidak merambah pada infrastruktur komunitas underground macam zines, indie label, event organizer (EO), dll. Padahal infrastruktur seperti itu bisa menjadi indikasi positif mengenai perkembangan komunitas underground. Minimnya zines bisa jadi salah satu indikasi betapa ada satu sistem yang salah dalam komunitas underground saat ini.
Kimung, editor zines Minorbacaankecil berpendapat, “Perkembangan zines di Bandung saat ini kurang banget. Sangat sedikit zines yang eksis. Padahal zines bagus untuk membangun sense of belonging dalam sebuah komunitas”. Kimung menambahkan ada semacam sistem dalam komunitas underground yang hilang saat ini. “Kalo melihat dari sejarahnya kan pengembangan komunitas itu ada langkah-langkahnya kayak ngumpul, ngobrol, diskusi, bikin zines, rekaman, bikin indie label, bikin konser, dsb. Nah, langkah-langkah itu ada yang hilang, salah satunya pembuatan zines tersebut,” lanjut penulis buku Myself Scumbag ini.
Semangat militansi yang hilang, menurut Kimung, bisa diakibatkan masalah kurangnya kesadaran dari para pelaku komunitas underground. Salah satunya mengapa lemahnya infrastruktur dalam komunitas underground saat ini kurangnya kesadaran untuk berbagi informasi antara komunitas satu dengan komunitas yang lain lewat jejaring yang dibangun. Padahal dengan adanya media komunikasi seperti zines bisa membangun keberlansungan komunitas ke arah yang lebih kuat.
Potensi Komunitas
Selain militansi, satu potensi komunitas underground Bandung saat ini yang dimiliki yaitu kekayaan komunitas yang ada didalamnya. Beragam komunitas yang dibangun menunjukkan satu potensi berkreativitas yang lebih kaya. “Bandung memiliki beragam komunitas underground. Beragam komunitas lebih bersifat komunal, dan kedepannya diharapkan bisa bersatu. Contohnya, kayak Helar Fest yang menyatukan berbagai komunitas di Bandung. Semangat persatuan ini yang dibutuhkan agar potensi berkreativitas Bandung menuju ke arah lebih baik. Mungkin bakal ada konflik, tapi itu bakal menciptakan komunitas lebih kritis, hidup, dan ramai,” ujar Kimung menjelaskan.
Komunitas-komunitas underground macam punk, hardcore, metal, pop, elektronik, dll. mulai rutin menggelar konser musik. Setelah sebelumnya seolah mati suri akibat kekangan birokrasi dampak dari Tragedi AACC. Komunitas-komunitas yang kian banyak dan solid ini bakal menumbuhkan suatu potensi berkreativitas yang kaya.
Komunitas musik elektronik, Openlabs misalnya, rutin menggelar acara musik elektronik di Prefere CafĂ© tiap awal bulan sejak dua bulan lalu, “perkembangan musik elektronik Bandung juga semakin banyak. Kayak even Electric Youth yang sudah jadi acara regular tiap awal bulan di Prefere CafĂ©. Open Labs sendiri memiliki jadwal acara regular bernama The Ostend tiap tiga bulan sekali,” tutur Okky Raditya, pegiat komunitas elektronik Open Labs. Salah satu agenda berikutnya komunitas ini yaitu event Nu-Substance, yang jadi salah satu agenda helatan akbar Helar fest. “Tujuan dari Nu-Substance sendiri pengen memberi tahu pada mata dunia internasional tentang potensi Bandung sebagai kota kreatif terutama dalam bidang musik elektronik, namun secara tujuan atau misi kita khususnya pengen mengedukasi masyarakat soal musik.Yah, meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap musik elektronik,” sambungnya.
Komunitas-komunitas lainnya pun tak mau kalah. Komunitas musik grunge atau komunitas Purna mulai rutin menggelar konser launching album di Twank Café. Kemudian komunitas death-metal atau komunitas Bandung Death Metal Sindikat (BDSM) yang juga bagian dari komunitas Ujungberung Rebels bakal menggelar konser musik death-metal akbar bernama Deathfest untuk ketigakalinya. Acara Deathfest sendiri masuk dalam agenda Helar Fest.
“Kita ingin memadukan tradisi sunda dengan musik death metal. Karena zaman sekarang tradisi lokal dilupakan oleh anak-anak muda saat ini. Membawa kreativitas dan kearifan lokal lebih berbicara banyak,” ujar Okid, salah satu pegiat komunitas Bandung Death Metal Sindikat dan panitia Deathfest.
Untuk membuat potensi komunitas underground tetap hidup salah satunya yaitu regenerasi di dalam komunitas itu sendiri. Regenerasi antar pelaku-pelaku di dalam komunitas underground pun perlu dilakukan. “Komunitas punk terus bergerak dan berkembang. Yang manggung di Villa Putih pun tak hanya didominasi band lama, tapi banyak band punk baru yang sudah mulai tampil,” ujar Themfuck Jeruji menjelaskan. Hal yang sama pun terjadi di komunitas metal. “Saat ini komunitas Ujungberung Rebels sedang membuat kompilasi musik death metal, ‘Panceg Dina Jalur’ yang berisikan 22 band lama dan band baru. Tapi didominasi oleh band-band metal generasi saat ini. Banyak baru yang potensial. Mereka hanya kurang mendapat perhatian saja, untuk eksisnya pun hanya mengandlakan konser ilegal, Do It Yourself (DIY) di studio-studio,” papar Man, vokalis band metal Jasad.
Perpaduan antara militansi dan potensi komunitas menjadi salah satu bukti bahwa komunitas underground Bandung ini terus mencari ruang ekspresi, tanpa mempedulikan batu-batu kerikil yang mungkin mengganggu perjalanan mereka. Jika pada era 90-an komunitas underground bersifat militan karena dipengaruhi oleh kondisi sosial politik saat itu, kini sifat militansi muncul akibat kebebasan berekspresi yang dinginkan oleh komunitas underground tanpa ada batasan dan kekangan.
“Kayak ada semacam sejarah berulang soal militansi dan potensi komunitas underground saat ini dengan era sebelumnya. Namun zaman sekarang sama zaman dulu cuman beda budayanya saja,” ujar Kimung. Sementara Addy Gembel menambahkan, “ fenomena ini mirip perputaran pertengahan tahun 90-an. Ketika kita kesulitan untuk mengakses sesuatu, justru militansi yang semakin timbul. Potensi komunitas underground pun semakin banyak dan kian solid.” (@ Gifran M. Asri).


.:: Sejarah sepatu Docmart ::.

Dr Klaus Marten adalah seorang dokter tentara Jerman di era perang dunia II. Pada tahun 1945, ia mengalami cedera kaki. Ia kemudian memodifikasi sepatu boot-nya dengan lapisan kulit dan bantalan udara yg empuk. Setelah perang berakhir, dengan bekal pengalaman ini, sang dokter mencoba menjual ide inovasinya. Ia mulai menjalankan sebuah perusahaan sepatu rumahan skala kecil di Jerman dengan bantuan seorang teman lamanya sewaktu kuliah.


DocMart Invasion: Dari London, menyeberang Eropa dan menduduki Dunia

Pada tahun 1960, sebuah perusahaan bernama Griggs Group membeli lisensi sepatu untuk dipasarkan di Inggris /UK. Perusahaan ini melakukan sedikit perbaikan dalam desainnya, membuat ciri khas berupa jahitan sol sepatu dengan benang warna kuning, dan melabeli sol dengan nama trade mark ‘Airwair’, lalu mulai memproduksi sepatu boot ini. Disinilah titik penting dalam sejarah sepatu sang dokter: Boot klasik Docmart-1490 untuk pertama kalinya menginjak pasar London.

Boot warna merah cherry yg desainnya nyaman dan praktis ini tenyata disukai oleh kalangan working class atau kelas pekerja. Banyak sekali buruh pabrik, tukang pos, bahkan petugas polisi memakainya saat bertugas. Image sebagai sepatu milik common-people pun terbentuk secara alami.


Dan sepertinya, image itulah yg kemudian merebut perhatian anak muda dari kalangan sub-kultur punk. Pada akhir tahun 60-an, sepatu sang dokter ini banyak digunakan oleh komunitas skinhead Inggris dan genk-genk di jalanan.... Mereka punya kebiasan aneh, yaitu menyemir boot merah Docmart dengan semir warna hitam sampai warnanya jadi merah gelap dan mengkilap seperti kelereng/ gundu.


Lalu pada tahun 70-an sepatu ini makin populer karena banyak artis Punk Rock, Ska, Psychobillies, Goths, Industrialis, hardcore, straight-edge, Glam, bahkan New Wave yg memakainya. Dengan bantuan musisi-musisi itu, long-march yg dilakukan Docmart dari kota London menyebar ke seluruh dataran Inggris dan Eropa, lalu ke menginvasi dunia.


Puncaknya di tahun 1990-an, sepatu Docmart berkembang menjadi trend yg menjangkiti semua orang, bukan hanya sub-kultur Punk saja. Ia menjadi industri besar. Alhasil, sebagian komunitas Skinhead sejati yg identik dengan spirit anti kemapanan dan anti kapitalisme mulai mempertanyakan brand sang dokter. Sebagian dari mereka mulai beralih ke merk pesaing Docmart, seperti Grinder, Ranger, Gripfast, dsb.


Tapi boot sang dokter terlanjur mencetak jejak solnya di wajah sejarah dunia. Docmart adalah sepatu yg menjadi legenda di dunia fashion anak muda.Ibaratnya ia seperti anthem yg pernah dinyanyikan oleh anak muda di seluruh dunia.. jauh sebelum era MTV, I-Tunes, Youtube dan Myspace.

.:: Asal Usul Gaya Rambut Mowhawk ::.

Gaya rambut Mohawk belakangan ini kembali menjadi trend anak muda. Sebetulnya gaya rambut mowhawk ini udah dari dulu… tapi berkesan berandalan.. karena banyak di tiru dengan anak anak yang bisa dibilang “agak ga rapi”.
Awalnya gaya rambut Mowhawk ini diambil dari nama suku penduduk asli Amerika Utara yg mendiami lembah Mohawk. Mowhawk dikenal sebagai gaya rambut kaum punk.
Biasanya kedua sisi kepala dicukur dan disisakan di tengah kepala.
Sampai skrg Mohawk masih terkait dengan gaya anak punk, tapi masih jadi bagian mainstream.
Biasanya Mohawk diiringi dengan sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh, yang juga identik dengan punk..

Ada yang mau nyobain potong rambut gaya mowhawk ini??

.:: Ciri-ciri anak Punk ::.

MENGENALI komunitas anak punk sangat mudah. Contohnya, mereka memiliki ciri khas rambut yang kerap disebut mohawk, berdiri kaku, berwarna-warni dan terkesan tajam. Belum lagi, seperangkat atribut lainnya seperti rantai, gembok, peniti, spike (gelang berbahan kulit dan besi seperti paku yang terdapat di sekelilingnya) ‘menghiasi’ pakaian mereka. Terkesan urakan dan liar ? Bagi sebagian orang, apalagi orang awam memang seperti itu adanya. Bahkan tak jarang, ada perasaan enggan dan ‘takut’ untuk bertegur sapa dengan komunitas tersebut. “Itulah kenapa kita sendiri suka heran, kenapa mereka merasa takut dan memandang aneh. Padahal kami biasa-biasa saja. Kami sama saja dengan yang lainnya. Tapi memang beginilah kami, karena punk bukan sekadar atribut bermusik saja, tetapi sudah menjadi gaya hidup kami. Atribut yang kami gunakan juga bukan untuk gagah-gagahan saja atau bertujuan untuk menakuti orang layaknya preman. Tapi sebagai identitas diri,” ujar Reyza (24), salah satu pionir komunitas punk, sekaligus bassist band punk papan atas di Yogya. Merunut sejarahnya, punk bermula dari sebuah rasa tidak kepuasan terhadap sistem pemerintahan di Inggris pada tahun 1970-an. Rasa tidak puas, marah terhadap sitem pemerintahan yang bersifat monarkis pada waktu itu, akhirnya membuahkan pemberontakan dari kalangan muda Inggris. Tak jelas siapa pencetusnya, namun perkembangan kelompok minoritas ini berkembang cukup pesat. Terlebih sejak kemunculan grup band punk ‘Sex Pistols’ yang memperkenalkan konsep musik dan gaya hidup punk hingga ke daratan Amerika. Bahkan, di Negeri Paman Sam inilah, istilah dandanan rambut mohawk ditemukan. Reyza mengatakan, istilah Mohawk itu didapat akibat rasisme yang berkembang di Amerika. “Waktu itu, orang-orang Amerika sangat rasis dengan orang Indian, maka rambut orang Indian yang berdiri tegak, dan yang menjadi lambang kepahlawanan mereka menjadi salah satu atribut punk, yang jelas anti rasis,” jelas Reyza. Berbeda dengan rambut orang Indian yang berdiri karena terbuat dari bulu-bulu unggas, rambut mohawk ala punk berasal dari rambut sendiri yang dikakukan dengan menggunakan sisir sasak, dan dikeraskan lagi dengan menggunakan lem kertas atau hair-spray. Tidak hanya Sex Pistols saja yang berjasa mengibarkan bendera punk hingga ke belahan dunia lainnya. Namun ada juga beberapa ‘tokoh’ dan musisi punk yang menjadi idola para punkers. Sebutlah Sid Vicious, Rancid, Bad Religion, Green Day, Blink 182, dan masih banyak lagi. Perkembangan pesat yang terjadi tidak hanya dalam segi musik saja. Tetapi juga merambah ke dunia fesyen. Bahkan menjadi ikon paling berpengaruh dalam industri fesyen. Maka jangan heran, bila sekarang sangat mudah ditemukan atribut punk. Bahkan, tak jarang remaja putri yang tak segan memakainya, di lingkungan kampus sekalipun. Mengapa bisa begitu dahsyatnya pengaruh punk? Reyza mengungkapkan, hal tersebut wajar terjadi mengingat ‘paham’ yang disebarkan adalah kebebasan. Tidak saja dalam segi musikalitas saja, tetapi juga pada aspek kehidupan lainnya. Namun jangan salah, ada aturan yang menegaskan untuk tidak terlibat aksi tawuran ketika sedang menyaksikan konser musik punk. “Sangat menyebalkan kalau sampai terjadi seperti itu,” celetuk Cipay, pentolan punkers di Yogya, sekaligus gitaris dan vokalis band punk Bandit’s. Keributan itu sering terjadi biasanya dipicu karena senggolan saat tengah pogo, tarian khas punkers. Padahal dalam pogo sendiri mau tidak mau harus bersenggolan dengan yang lainnya, dan memang cenderung keras dan kasar. Itu mengapa baik Reyza atau Cipay tak menampik seringnya terjadi keributan di tengah acara musik punk. Menurutnya, itu semua disebabkan oleh oknum yang mengaku anak punk, sehingga akhirnya punkers lainnya terkena getahnya. “Mungkin dari situlah imej chaos, anarkis itu akhirnya menempel. Kalau masalah solidaritas nggak juga, karena pada dasarnya anak punk itu sifatnya individualis, semua itu tergantung sama orangnya aja kok,” tegas Reyza. Cipay maupun Reyza menegaskan, sejatinya anak punk adalah bebas tetapi bertanggung jawab. Artinya tidak mengatasnamakan koloni saja, tetapi juga harus berani bertanggung jawab secara pribadi atas apa yang telah dilakukannya. Tentang mudahnya transaksi obat-obatan, hingga mengonsumsi minuman keras yang disinyalir menjadi salah satu bagian dari gaya hidup mereka, Reyza menegaskan semua itu tergantung pada individunya. “Jangan dilihat komunitasnya, yang bukan komunitas punk juga banyak kok yang kayak gitu,” imbuhnya. Pun halnya dengan tato yang terdapat pada tubuh mereka. Cipay mengatakan, bukan semata paham kebebasan saja yang mereka jadikan pedoman. Tapi lebih kepada hobi sekaligus tanggung jawab yang menyertainya. Mengulik kehidupan anak punk memang tak ada habisnya. Seperti slogan yang sering didengungkan para punkers, ‘Punk Not Dead’, (Punk tak pernah mati). “Punk itu sifatnya dinamis, selalu mengikuti perkembangan zaman,” imbuh Reyza.

.:: Riwayat Musik Punk ::.

        Sejarah Musik Punk, Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London, Inggris. Pada awalnya, kelompok punk selalu dikacaukan oleh golongan skinhead. Namun, sejak tahun 1980-an, saat punk merajalela di Amerika, golongan punk dan skinhead seolah-olah menyatu, karena mempunyai semangat yang sama. Namun, Punk juga dapat berarti jenis musik atau genre yang lahir di awal tahun 1970-an. Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik.
Punk
Punk rock adalah gerakan musik rock yang berkembang sekitar tahun 1974-1975 di negara Amerika Serikat, Australia dan Inggris. Dipelopori oleh kelompok-kelompok seperti Ramones, Sex Pistols, The Damned, dan The Clash.
Kelompok punk sering meniru struktur musik sederhana seperti musik garage rock dari tahun 1960-an. Biasanya mereka terdiri dari satu drum kit, satu atau dua electric guitar, satu electric bass, dan vocals. Drums biasanya hanya memiliki satu snare drum, satu tom, satu floor tom, satu bass drum, hi-hats, satu atau dua crash cymbal dan satu ride cymbal.
Pada awal tahun 1990, musik punk rock dikenalkan kembali oleh Nirvana, walau pada akhirnya, mayoritas media menyebut Nirvana dengan istilah grunge atau rock alternatif. Kesuksesan album Nevermind dari Nirvana, diakui sebagai "pembuka jalan" kepada musik punk rock untuk dikenal oleh dunia luas, sampai saat ini.
Pada tahun 2007, perusahaan sepatu punk rock dari Inggris, Doc Martens, membuat iklan promosi yang menggunakan foto-foto ikon yang telah berjasa mengenalkan musik punk rock, yaitu Joey Ramone (Ramones), Sid Vicious (Sex Pistols), Joe Strummer (The Clash), dan Kurt Cobain (Nirvana).

Gerakan anak muda yang diawali oleh anak-anak kelas pekerja ini dengan segera merambah Amerika yang mengalami masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu oleh kemerosotan moral oleh para tokoh politik yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi. Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana namun terkadang kasar, beat yang cepat dan menghentak. Sejarah Musik

Banyak yang menyalahartikan punk sebagai glue sniffer dan perusuh karena di Inggris pernah terjadi wabah penggunaan lem berbau tajam untuk mengganti bir yang tak terbeli oleh mereka. Banyak pula yang merusak citra punk karena banyak dari mereka yang berkeliaran di jalanan dan melakukan berbagai tindak kriminal.
Punk lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan, seperti potongan rambut mohawk ala suku indian, atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh, anti kemapanan, anti sosial, kaum perusuh dan kriminal dari kelas rendah, pemabuk berbahaya sehingga banyak yang mengira bahwa orang yang berpenampilan seperti itu sudah layak untuk disebut sebagai punker.
Punk juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan we can do it ourselves. Penilaian punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial dan bahkan masalah agama.
Gaya hidup dan Ideologi.  Sejarah Musik
Psikolog brilian asal Rusia, Pavel Semenov, menyimpulkan bahwa manusia memuaskan kelaparannya akan pengetahuan dengan dua cara. Pertama, melakukan penelitian terhadap lingkungannya dan mengatur hasil penelitian tersebut secara rasional (sains). Kedua, mengatur ulang lingkungan terdekatnya dengan tujuan membuat sesuatu yang baru (seni).
Dengan definisi diatas, punk dapat dikategorikan sebagai bagian dari dunia kesenian. Gaya hidup dan pola pikir para pendahulu punk mirip dengan para pendahulu gerakan seni avant-garde, yaitu dandanan nyleneh, mengaburkan batas antara idealisme seni dan kenyataan hidup, memprovokasi audiens secara terang-terangan, menggunakan para penampil (performer) berkualitas rendah dan mereorganisasi (atau mendisorganisasi) secara drastis kemapanan gaya hidup. Para penganut awal kedua aliran tersebut juga meyakini satu hal, bahwa hebohnya penampilan (appearances) harus disertai dengan hebohnya pemikiran (ideas).

Punk selanjutnya berkembang sebagai buah kekecewaan musisi rock kelas bawah terhadap industri musik yang saat itu didominasi musisi rock mapan, seperti The Beatles, Rolling Stone, dan Elvis Presley. Musisi punk tidak memainkan nada-nada rock teknik tinggi atau lagu cinta yang menyayat hati. Sebaliknya, lagu-lagu punk lebih mirip teriakan protes demonstran terhadap kejamnya dunia. Lirik lagu-lagu punk menceritakan rasa frustrasi, kemarahan, dan kejenuhan berkompromi dengan hukum jalanan, pendidikan rendah, kerja kasar, pengangguran serta represi aparat, pemerintah dan figur penguasa terhadap rakyat.
Akibatnya punk dicap sebagai musik rock n’ roll aliran kiri, sehingga sering tidak mendapat kesempatan untuk tampil di acara televisi. Perusahaan-perusahaan rekaman pun enggan mengorbitkan mereka.
Gaya hidup ialah relatif tidak ada seorangpun memiliki gaya hidup sama dengan lainnya. Ideologi diambil dari kata “ideas” dan “logos” yang berarti buah pikiran murni dalam kehidupan. Gaya hidup dan ideologi berkembang sesuai dengan tempat, waktu dan situasi maka punk kalisari pada saat ini mulai mengembangkan proyek “jor-joran” yaitu manfaatkan media sebelum media memanfaatkan kita. Dengan kata lain punk berusaha membebaskan sesuatu yang membelenggu pada zamannya masing-masing.
Punk dan Anarkisme
Kegagalan Reaganomic dan kekalahan Amerika Serikat dalam Perang Vietnam di tahun 1980-an turut memanaskan suhu dunia punk pada saat itu. Band-band punk gelombang kedua (1980-1984), seperti Crass, Conflict, dan Discharge dari Inggris, The Ex dan BGK dari Belanda, MDC dan Dead Kennedys dari Amerika telah mengubah kaum punk menjadi pemendam jiwa pemberontak (rebellious thinkers) daripada sekadar pemuja rock n’ roll. Ideologi anarkisme yang pernah diusung oleh band-band punk gelombang pertama (1972-1978), antara lain Sex Pistols dan The Clash, dipandang sebagai satu-satunya pilihan bagi mereka yang sudah kehilangan kepercayaan terhadap otoritas negara, masyarakat, maupun industri musik.
Di Indonesia, istilah anarki, anarkis atau anarkisme digunakan oleh media massa untuk menyatakan suatu tindakan perusakan, perkelahian atau kekerasan massal. Padahal menurut para pencetusnya, yaitu William Godwin, Pierre-Joseph Proudhon, dan Mikhail Bakunin, anarkisme adalah sebuah ideologi yang menghendaki terbentuknya masyarakat tanpa negara, dengan asumsi bahwa negara adalah sebuah bentuk kediktatoran legal yang harus diakhiri.
Negara menetapkan pemberlakuan hukum dan peraturan yang sering kali bersifat pemaksaan, sehingga membatasi warga negara untuk memilih dan bertanggung jawab atas pilihannya sendiri. Kaum anarkis berkeyakinan bila dominasi negara atas rakyat terhapuskan, hak untuk memanfaatkan kekayaan alam dan sumber daya manusia akan berkembang dengan sendirinya. Rakyat mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa campur tangan negara.
Kaum punk memaknai anarkisme tidak hanya sebatas pengertian politik semata. Dalam keseharian hidup, anarkisme berarti tanpa aturan pengekang, baik dari masyarakat maupun perusahaan rekaman, karena mereka bisa menciptakan sendiri aturan hidup dan perusahaan rekaman sesuai keinginan mereka. Punk etika semacam inilah yang lazim disebut DIY (do it yourself/lakukan sendiri).
Keterlibatan kaum punk dalam ideologi anarkisme ini akhirnya memberikan warna baru dalam ideologi anarkisme itu sendiri, karena punk memiliki ke-khasan tersendiri dalam gerakannya. Gerakan punk yang mengusung anarkisme sebagai ideologi lazim disebut dengan gerakan Anarko-punk.
Sumber : www.lintasberita.com

.:: Arti Sebuah Kebebasan ::.

Hidup ini banyak sekali aturan-aturan yang harus kita patuhi dari aturan keluarga,lingkungan,di tempat kuliah aturan itu seperti darah yang mengalir yang tidak lepas dari tubuh kita,jadi arti kata kebebasan sangat penting apalagi untuk kita para pemuda yang tidak mau di kekang mereka mau hidup lepas bebas tanpa ada himpitan dari kaum-kaum tertentu.
jadi apa itu kebebasan,kebebasan menurut saya sendiri tidak tunduk dengan aturan yang berlaku,hidup apa yang kita mau,dan serba tanpa aturan,di negara kita sendiri sebelum zaman orde baru kebebasan amat sangat dibatasi,rakyat selalu harus tunduk dengan peraturan penguasa.



maka dizaman reformasi ini jangan mau diatur-atur junjung tinggi kebebasan bersuara,berexpresi,dan berpendapat maka hidup ini terasa nikmat.bebas tanpa aturan,salah satu komunitas yang menjunjung tinggi dan mengutamakan kebebasan diantaranya punk mereka berupaya sekuat tenaga menetapkan kebebasan dinegara kita,bila ada satu golongan yang membatasi kebebasan kita lawan-lawan ‘say freedom of expression’

.:: Closehead ::.

CloseHead dibentuk pada tanggal 18 Januari 1997 , dengan mengusung aliran melodic bermula dari ide sekelompok anak muda penuh semangat yang menyukai musik yang beraliran Melodic Punk, maka terbentuklah sebuah band yang bernama CloseHead . Pada awal terbentuknya, CloseHead banyak dipengaruhi oleh band-band luar yang bergenre Melodic Punk seperti Not Available, MXPX, Blink
182, dan band lainnya. Seiring dengan berjalannya waktu, CloseHead mulai menciptakan lagu-lagunya sendiri dengan harapan semua orang dapat menerima lagu-lagu yang mereka ciptakan. Dalam perkembangannya untuk menciptakan suatu band yang solid, CloseHead banyak melakukan beberapa perombakan dalam segi formasi band. Pada awal terbentuk, CloseHead beranggotakan Aid (guitar Back.Vocal) Lam-Lam (Bass, Back. Vocal), Mario (Vocal. Guitar) dan Ijan (Drum). Kemudian terjadi banyak perombakan pada posisi Vocalist. Akhirnya pada tahun 2001, CloseHead dengan formasi Nannu (Vocal, Guitar), Aid (Guitar, Back. Vocal) Lam-Lam (Bass, Back. Vocal) dan Ijan (Drum) mulai menunjukan eksistensinya di jagad permusikan Indie baik di Bandung maupun luar kota. Setelah 4 tahun bertahan dengan formasi tersebut, akhirnya Nannu dan Ijan memutuskan untuk hengkang dari CloseHead. Sepeninggalan Nannu dan Ijan, CloseHead berjalan dengan 2 personil tetap dan 2 additional player pada Guitar dan Drum. Akhirnya pada tahun 2007, CloseHead mulai berdiri kembali dengan formasi yang baru yaitu, Lam-Lam (Bass, Vocal), Aid (Guitar, Vocal), Bobs (Drum), Anton (Additional Guitar, Back. Vocal) dan Iqbal (Additional Keyboard). Setelah melalui berbagai perkembangan musik khususnya di kota Bandung dan tampil dalam berbagai event musik, CloseHead mulai mencoba menampilkan warna musik mereka sendiri. Dan setelah mengikuti beberapa kompilasi yang bergenre Melodic Punk di Bandung.

CloseHead akhirnya menghasilkan sebuah mini album (EP) yang dirilis pada bulan Juli 2002 oleh My Own Deck Records dengan menampilkan 5 lagu andalannya. Kemudian pada tahun 2007, CloseHead merilis sebuah Split Album bersama Disconnected yang bertitle “DiscoPunkHead” dibawah naungan Heaven Records. Dan di Bandung sendiri, lagu CloseHead telah masuk dalam request line beberapa radio swasta terkemuka di Bandung, dan sebuah lagu CloseHead yang bertitle ‘Berdiri Teman’ sempat menjadi top chart Indie di sebuah radio swasta terkemuka di kota Bandung sampai dengan sekarang. Adapun visi dan misi CloseHead sendiri adalah menjadikan musik sebagai suatu warna kehidupan yang mampu berperan sebagai pelengkap kebutuhan hidup manusia. Dan menampilkan musik yang bisa diterima oleh semua kalangan dan menampilkan yang terbaik bagi para ’Teman’ CloseHead sendiri baik dalam live stages maupun dalam karya musik yang keluarkan.

.:: Marjinal ::.

Marjinal dibentuk 12 tahun yang silam pada 22 Desember 1996, bertepatan dengan Hari Ibu di kalender nasional. Dua belas tahun yang lalu (1996), para personel Marjinal bertemu di sebuah kampus grafika di Jakarta Selatan.

Awalnya, mereka ingin kuliah, tapi semakin lama mereka tidak tertarik. Apa yang dipelajari di kampus telah mereka kuasai, mereka telah ahli dalam menggambar, desain dan lain-lain.

Para personel Marjinal bertemu dan membicarakan situasi di luar kampus, yang atmospherenya bersifat represif, nggak bebas mengeluarkan pendapat atau berekspresi.

Lalu mereka membangun sebuah jaringan namanya Anti Facist Racist Action (AFRA), yang didalamnya berisi kawan-kawan yang mempunyai kesadaran melawan sistem yang fasis.

Mereka menggunakan media visual, lewat poster dari cukil kayu, baliho dan lukisan yang menggugah kesadaran generasi muda, untuk melawan sistem fasis yang diusung Orde Baru. Selain melakukan diskusi, penerbitan newsletter, dan aksi turun ke jalan, mereka secara kebetulan juga bermain musik. Dengan modal gitar dan jurus tiga kunci, mereka membuat lagu sendiri yang berangkat dari kenyataan hidup sehari-hari. Kemudian mereka menamakan kelompok itu awalnya Anti Military.

Dalam perkembangannya, Anti Military dipahami orang-orang sebagai sebuah band, Padahal mereka bukan musisi dalam arti sesungguhnya! Musik menurut mereka hanya sebagai alat komunikasi kepada khalayak yang lebih luas, lebih asyik, medium menyampaikan pesan dan jadi inspirasi untuk anak-anak di pergerakan ke depan ketika melihat kenyataan kehidupan sosial-politik dikangkangi rejim yang fasis militeristik.

Persoalannya bukan lagi rejim yang fasis dan rasis saja. Tapi lebih luas lagi, negeri ini jadi negeri yang mengerikan, banyak tragedi, perang saudara, buruh-buruh diperas, dieksploitasi, rumah sakit dan pendidikan begitu komersial, kereta-api sebagai sarana angkutan melayani orang seperti mengangkut binatang. Jadi, dari sistem yang fasis, anti demokrasi, terpusat dan korup kini menyebar ke sendi-sendi kehidupan bangsa.

Menurut mereka, bangsa ini sudah lupa bagaimana para pejuang dulu mendirikan Indonesia sebagai sebuah nation. Indonesia didirikan sebagai kesatuan dari tekad para pemuda yang beragam suku, agama, latar belakang sosialnya itu bersatu membangun sebuah nation! Lalu mereka mengganti nama dari Anti Military menjadi Marjinal.

Berawal ketika Mike, sang vokalis menemukan kata Marjinal karena terinspirasi oleh nama pejuang buruh perempuan yang mati disiksa militer. "Marsinah..Marsinah...MARJINAL" Kata Marjinal sendiri waktu itu belum banyak dipakai untuk menjelaskan posisi orang-orang pinggiran.

... Profil ...

Foto saya
Makassar, Indonesia
... Kami hanya ingin hidup BEBAS tanpa ada penindasan dan tertindas ...

... Komunitas ...