MENGENALI komunitas anak punk sangat mudah. Contohnya, mereka memiliki ciri khas rambut yang kerap disebut mohawk, berdiri kaku, berwarna-warni dan terkesan tajam. Belum lagi, seperangkat atribut lainnya seperti rantai, gembok, peniti, spike (gelang berbahan kulit dan besi seperti paku yang terdapat di sekelilingnya) ‘menghiasi’ pakaian mereka. Terkesan urakan dan liar ? Bagi sebagian orang, apalagi orang awam memang seperti itu adanya. Bahkan tak jarang, ada perasaan enggan dan ‘takut’ untuk bertegur sapa dengan komunitas tersebut. “Itulah kenapa kita sendiri suka heran, kenapa mereka merasa takut dan memandang aneh. Padahal kami biasa-biasa saja. Kami sama saja dengan yang lainnya. Tapi memang beginilah kami, karena punk bukan sekadar atribut bermusik saja, tetapi sudah menjadi gaya hidup kami. Atribut yang kami gunakan juga bukan untuk gagah-gagahan saja atau bertujuan untuk menakuti orang layaknya preman. Tapi sebagai identitas diri,” ujar Reyza (24), salah satu pionir komunitas punk, sekaligus bassist band punk papan atas di Yogya. Merunut sejarahnya, punk bermula dari sebuah rasa tidak kepuasan terhadap sistem pemerintahan di Inggris pada tahun 1970-an. Rasa tidak puas, marah terhadap sitem pemerintahan yang bersifat monarkis pada waktu itu, akhirnya membuahkan pemberontakan dari kalangan muda Inggris. Tak jelas siapa pencetusnya, namun perkembangan kelompok minoritas ini berkembang cukup pesat. Terlebih sejak kemunculan grup band punk ‘Sex Pistols’ yang memperkenalkan konsep musik dan gaya hidup punk hingga ke daratan Amerika. Bahkan, di Negeri Paman Sam inilah, istilah dandanan rambut mohawk ditemukan. Reyza mengatakan, istilah Mohawk itu didapat akibat rasisme yang berkembang di Amerika. “Waktu itu, orang-orang Amerika sangat rasis dengan orang Indian, maka rambut orang Indian yang berdiri tegak, dan yang menjadi lambang kepahlawanan mereka menjadi salah satu atribut punk, yang jelas anti rasis,” jelas Reyza. Berbeda dengan rambut orang Indian yang berdiri karena terbuat dari bulu-bulu unggas, rambut mohawk ala punk berasal dari rambut sendiri yang dikakukan dengan menggunakan sisir sasak, dan dikeraskan lagi dengan menggunakan lem kertas atau hair-spray. Tidak hanya Sex Pistols saja yang berjasa mengibarkan bendera punk hingga ke belahan dunia lainnya. Namun ada juga beberapa ‘tokoh’ dan musisi punk yang menjadi idola para punkers. Sebutlah Sid Vicious, Rancid, Bad Religion, Green Day, Blink 182, dan masih banyak lagi. Perkembangan pesat yang terjadi tidak hanya dalam segi musik saja. Tetapi juga merambah ke dunia fesyen. Bahkan menjadi ikon paling berpengaruh dalam industri fesyen. Maka jangan heran, bila sekarang sangat mudah ditemukan atribut punk. Bahkan, tak jarang remaja putri yang tak segan memakainya, di lingkungan kampus sekalipun. Mengapa bisa begitu dahsyatnya pengaruh punk? Reyza mengungkapkan, hal tersebut wajar terjadi mengingat ‘paham’ yang disebarkan adalah kebebasan. Tidak saja dalam segi musikalitas saja, tetapi juga pada aspek kehidupan lainnya. Namun jangan salah, ada aturan yang menegaskan untuk tidak terlibat aksi tawuran ketika sedang menyaksikan konser musik punk. “Sangat menyebalkan kalau sampai terjadi seperti itu,” celetuk Cipay, pentolan punkers di Yogya, sekaligus gitaris dan vokalis band punk Bandit’s. Keributan itu sering terjadi biasanya dipicu karena senggolan saat tengah pogo, tarian khas punkers. Padahal dalam pogo sendiri mau tidak mau harus bersenggolan dengan yang lainnya, dan memang cenderung keras dan kasar. Itu mengapa baik Reyza atau Cipay tak menampik seringnya terjadi keributan di tengah acara musik punk. Menurutnya, itu semua disebabkan oleh oknum yang mengaku anak punk, sehingga akhirnya punkers lainnya terkena getahnya. “Mungkin dari situlah imej chaos, anarkis itu akhirnya menempel. Kalau masalah solidaritas nggak juga, karena pada dasarnya anak punk itu sifatnya individualis, semua itu tergantung sama orangnya aja kok,” tegas Reyza. Cipay maupun Reyza menegaskan, sejatinya anak punk adalah bebas tetapi bertanggung jawab. Artinya tidak mengatasnamakan koloni saja, tetapi juga harus berani bertanggung jawab secara pribadi atas apa yang telah dilakukannya. Tentang mudahnya transaksi obat-obatan, hingga mengonsumsi minuman keras yang disinyalir menjadi salah satu bagian dari gaya hidup mereka, Reyza menegaskan semua itu tergantung pada individunya. “Jangan dilihat komunitasnya, yang bukan komunitas punk juga banyak kok yang kayak gitu,” imbuhnya. Pun halnya dengan tato yang terdapat pada tubuh mereka. Cipay mengatakan, bukan semata paham kebebasan saja yang mereka jadikan pedoman. Tapi lebih kepada hobi sekaligus tanggung jawab yang menyertainya. Mengulik kehidupan anak punk memang tak ada habisnya. Seperti slogan yang sering didengungkan para punkers, ‘Punk Not Dead’, (Punk tak pernah mati). “Punk itu sifatnya dinamis, selalu mengikuti perkembangan zaman,” imbuh Reyza.
0 komentar:
Posting Komentar